Jakarta
(3/12/25) - Episode ketiga dialog mahasiswa STIK-PTIK kembali menghadirkan
pandangan segar mengenai arah transformasi Polri di tengah arus perkembangan
teknologi dan kecerdasan buatan (AI).
Pada
sesi kali ini, para mahasiswa tampil langsung sebagai pembicara, menunjukkan
perspektif generasi baru yang akan menjadi pemimpin bangsa di masa mendatang.
Sejumlah tokoh turut memberikan pandangan dan menegaskan pentingnya kesiapan
Polri menghadapi era digital.
Dosen
Kepolisian Utama Tk.I STIK Lemdiklat Polri, Irjen Pol Drs. Bahagia Dachi, S.H.,
M.H., menegaskan bahwa institusi kepolisian harus semakin terbuka terhadap
masukan publik.
“Pesan
utamanya, seperti yang disampaikan para pembicara tadi, adalah bahwa Polri siap
menerima kritik dari masyarakat. Sebaliknya, mahasiswa yang berasal dari Polri
juga menyampaikan bahwa masyarakat harus siap dikritik. Jadi ada timbal balik,”
ujarnya.
Irjen
Dachi juga menegaskan bahwa transformasi Polri bertumpu pada tiga komponen:
people, technology, dan process. Ia mencontohkan implementasi ETLE yang dapat
ditingkatkan melalui teknologi dan AI agar lebih ramah bagi masyarakat.
“Kalau
pelanggaran bisa langsung dibayar lewat QR code, atau ETLE langsung mengirimkan
notifikasi WhatsApp, itu akan jauh lebih mudah. AI sangat membantu proses
seperti itu. Penggunaan AI dalam penegakan hukum di masa depan tidak bisa
dielakkan.”
Founder
Drone Emprit dan PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menyoroti pentingnya
pendekatan pencegahan dalam kepolisian modern. Ia mengapresiasi munculnya
kritik dari mahasiswa Polri yang mulai menyadari perlunya perubahan paradigma.
“Mereka
menyadari bahwa kita selama ini terlalu fokus pada penegakan hukum, padahal ada
juga yang namanya prediction dan pencegahan. Kalau pencegahan bisa dibantu oleh
AI—misalnya melalui ETLE atau data CCTV untuk memetakan lokasi rawan—maka
masyarakat bisa mendapat feedback dan itu membantu tugas polisi,” jelasnya.
Perwakilan
GP Ansor, Ahmad Luthfi, mengingatkan para mahasiswa STIK tentang pentingnya
literasi teknologi dalam tugas kepolisian modern.
“Jika
ingin menjadi pemimpin masa depan, maka harus menguasai teknologi. Dari
pembicaraan tadi, terlihat bahwa setiap peristiwa ataupun persoalan di era
sekarang selalu melibatkan teknologi”.
Dialog
pada episode ketiga ini menegaskan bahwa masa depan Polri dan kepemimpinan
nasional berada di tangan generasi muda yang melek teknologi dan terbuka
terhadap perubahan.
Melalui
sudut pandang Irjen Pol Bahagia Dachi, Ismail Fahmi, dan Ahmad Luthfi, terlihat
jelas bahwa transformasi menuju era digital tidak hanya menuntut kesiapan
institusi, tetapi juga seluruh ekosistem pendukungnya—mahasiswa, masyarakat,
serta kolaborasi lintas sektor.


