Jakarta -
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. I Gde Pantja
Astawa, S.H., M.H., menegaskan bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) sebagai alat negara yang berada langsung di bawah Presiden
merupakan pilihan konstitusional yang paling tepat, relevan, dan selaras dengan
sejarah pembentukan negara serta dinamika sistem ketatanegaraan Indonesia.
Menurut
Prof. Pantja, gagasan tersebut berangkat dari teori perjanjian sosial yang
dikemukakan tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes, John Locke, hingga Jean Jacques
Rousseau. Dalam state of nature, manusia akan selalu berada dalam kondisi
saling mengancam tanpa adanya institusi yang menjamin keamanan. Karena itu,
pembentukan negara pada dasarnya lahir untuk menghadirkan keteraturan,
keamanan, dan perlindungan bagi seluruh warga negara.
“Tugas
menjaga keamanan dan ketertiban adalah tugas paling awal dan paling tradisional
dari setiap pemerintahan. Bahkan, pembentukan negara pertama-tama ditujukan
untuk melindungi keselamatan masyarakat,” ujar Prof. Pantja.
Ia
menekankan bahwa hal ini sejalan dengan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang
menegaskan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam Pasal 30
ayat (4) UUD 1945 yang secara eksplisit menyebutkan Polri sebagai alat negara
yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Lebih
lanjut, Prof. Pantja menjelaskan bahwa kedudukan Polri di bawah Presiden juga
ditegaskan dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000 dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Polri.
“Sejak awal
reformasi hingga lebih dari dua dekade berjalan, regulasi kita konsisten
menempatkan Polri sebagai institusi yang berada langsung di bawah Presiden. Ini
bukan tanpa alasan—ini adalah kebutuhan konstitusional dalam sistem eksekutif
tunggal Indonesia,” jelasnya.
Prof.
Pantja mengungkapkan tujuh alasan penting mengapa kedudukan Polri harus tetap
berada langsung di bawah Presiden, bukan dialihkan ke kementerian sebagaimana
sempat diwacanakan sejumlah pihak:
1. Memungkinkan Kapolri mengikuti sidang kabinet, sehingga dapat merespons cepat perkembangan situasi nasional dan global.
“Kapolri
hadir dalam sidang kabinet bukan sebagai menteri, tetapi karena jabatannya
setingkat menteri dan memegang peran strategis dalam keamanan nasional,” ungkap
Prof. Pantja.
2.
Menegaskan lingkup tugas Polri sebagai perangkat pusat yang berwenang di
seluruh wilayah hukum Indonesia, bukan perangkat daerah.
3. Menjamin
independensi Polri dari kepentingan politik maupun kelompok tertentu.
“Penempatan
di bawah Presiden menjaga Polri tetap independen, tidak terseret arus
kepentingan politik praktis,” katanya.
4.
Memberikan ruang bagi Polri untuk menentukan kebijakan strategis dalam
menghadapi dinamika keamanan yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi.
5.
Mempercepat penegakan hukum tanpa birokrasi panjang, khususnya pada kasus-kasus
kriminal strategis.
6.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat karena Polri dipandang sebagai institusi
yang netral dan tidak partisan.
7.
Memperkuat koordinasi lintas lembaga, khususnya dengan TNI, Kemendagri, dan
instansi lainnya.
Munculnya
wacana menempatkan Polri di bawah kementerian dinilai sebagai langkah mundur.
“Dalam
sejarah panjangnya, ketika Polri berada di bawah departemen atau bagian dari
struktur lain seperti ABRI, Polri sering mengalami intervensi kekuasaan dan
politik. Hal itu menghambat profesionalisme, soliditas, dan kemandirian Polri,”
tegas Prof. Pantja.
Ia
mengingatkan bahwa perjalanan reformasi telah membawa Polri menjadi institusi
yang mandiri dan profesional, sehingga perubahan struktur justru berpotensi
menggerus capaian tersebut.
Di bagian
penutup argumennya, Prof. Pantja menegaskan:
“Secara
konstitusional, historis, dan teoritis, keberadaan Polri sebagai alat negara
yang berada langsung di bawah Presiden selaku Kepala Negara adalah yang paling
tepat dan beralasan. Penempatan ini menjamin efektivitas, independensi, dan
profesionalitas Polri dalam menjaga keamanan, ketertiban, serta penegakan hukum
di seluruh wilayah Indonesia.”
Dengan
demikian, kedudukan Polri di bawah Presiden—yang saat ini dijabat oleh Presiden
Prabowo Subianto—merupakan bagian integral dari desain ketatanegaraan Indonesia
yang harus dipertahankan demi stabilitas keamanan nasional serta kepentingan
masyarakat luas.


